Rabu, 10 Oktober 2018
Alasan Ratna Sarumpaet Berbohong Dilihat Secara Psikologi
Akhir-akhir ini kabar tentang pembohongan Ratna Sarumpaet kepada publik sedang ramai diperbincangkan. Ratna Sarumpaet membuat kebohongan soal penganiayaan. Ia pun mengaku sebagai pencipta berita hoax terbaik. Dan karena ini merupakan fenomena sosial yang sedang hangat diperbincangkan, saya akan membahas Ratna Sarumpaet bukan dari segi politik, ataupun drama melainkan dari sisi Psikologi kenapa dia melakukan kebohongan dari berbgai sumber.
Masyarakat Indonesia terkenal akan keramahannya, kebaikannya, bahkan rasa empati yang tinggi. Dan itulah yang dilakukan oleh Ratna Sirumpaet, Ia menjual iba. Ia menarik perhatian masyarakat Indonesia agar memberi empati, rasa kasihan kepadanya. Saya mengambil pendapat dari Deddy Corbuzier dari video youtube-nya, beliau berpendapat Secara Psikologi kita bisa membagi Iba menjadi tiga;
1. IBA WAKTU
Misalnya, seringkali kita melihat ada Bapak-bapak tua yang menjual mainan anak-anak di pemberhentian lampu merah saat malam hari. Orang yang lewat biasanya akan iba beranggapan bahwa dagangannya belum laku. Jadi, penjual tersebut mendapat pembelaan, jualannya lebih laku ketika dimalam hari.
Ratna Sarumpaet juga melakukan hal demikian, ia menjual iba saat Indonesia sedang panas-panasnya musim pilpres, yang mana Ratna berasal dari kubu partai Kuning, sedangkan lawan politiknya adalah kubu partai Merah.
2. IBA FISIK YANG LEMAH
Misalnya, masyarakat akan merasa iba jika melihat anak kecil sudah banting tulang mencari nafkah, padahal jika dilihat dari umuenya seharusnya seumuran mereka sedang belajar di bangku Sekolah Dasar.
Ratna Sarumpaet juga demikian. Saat ia tiba dirumah setelah selesai "Operasi Plastik" wajahnya, ia dihampiri oleh Anaknya dan bertanya kenapa wajah Ibu Ratna lebam, didukung oleh fisik yang lemah layaknya habis dipukuli orang. Karena fisik lemahnya tersebut mendukung saat situasi dimana ia lagi diserang-serangnya oleh kubu merah, akhirnya ia berpura-pura di pukulin agar mendapatkan iba, dan simpati dari orang banyak maupun media.
3. GENDER
Terakhir adalah gender. Gender ini sangat penting. Misalnya, jika kita melihat wanita dijalan sedang dipukuli oleh laki-laki, pasti orang sekitar akan merasa iba dan akan menolong perempuan tersebut. Tapi sebaliknya, orang tidak akan peduli jika laki-laki dipukuli oleh wanita, karena dia laki-laki jadi orang sekitar juga akan mengerti apa yang harus dilakukan karena laki-laki dianggap mampu melerai sendiri.
Gender ini sangat bisa menjual iba. Ibu Ratna Sarumpaet sebagai perempuan berhasil menjual iba tersebut kepada khalayak ramai dengan pura-pura dipukuli.
IKLAN
Implementasi Karakteristik Sistem
IMPLEMENTASI KARAKTERISTIK SISTEM Kelompok 11 -Adimas Putra ( 10517125) - -Muhammad Ikhsan (14517067)- -Yukio Ahmad (16517338)- Kelas 4P...